Harian Bisnis Indonesia     17 Jan 2022

Restitusi Menggembosi Target Pajak

Bisnis, JAKARTA — Setelah sempat lenggang kangkung lantaran optimistis mampu mempertahankan pencapaian target penerimaan pajak pada tahun ini, otoritas fiskal patut tanggap untuk menutup lubang kebocoran pajak sejalan dengan dilonggarkannya ketentuan mengenai restitusi yang berisiko menggerus pendapatan negara.

Pelonggaran ketentuan restitusi atau pembayaran kembali pajak itu termaktub di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Dalam regulasi tersebut, pemerintah menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu menjadi Rp5 miliar.

Angka batas tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang hanya Rp1 miliar.

Kondisi ini membuka kesempatan bagi lebih banyak wajib pajak yang termasuk ke dalam PKP untuk mengajukan restitusi atau pembayaran kembali pajak.

Kebijakan ini sekaligus berisiko menggembosi potensi penerimaan pajak yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp1.265 triliun sebagaimana tertuang di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.

Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan Ajib Hamdani mengatakan, kebijakan restitusi memperbesar risiko fiskal pemerintah karena pengurang penerimaan pajak berpotensi kian besar.

“Restitusi ini akan menjadi pengurang langsung atas penerimaan pajak yang ada,” kata dia kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Menurutnya, tanpa adanya pelonggaran aturan, potensi kenaikan restitusi pada tahun ini cukup besar sejalan dengan masih dibutuhkannya pendampingan fiskal kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Hal itu pun ditegaskan dalam data otoritas pajak yang mencatat realisasi restitusi pada tahun lalu mencapai Rp196,11 triliun, naik sebesar 13,98% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang senilai Rp171,9 triliun.

Pencairan restitusi didominasi oleh PPN Dalam Negeri yang mencapai Rp131,98 triliun, meningkat 12,36% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan sebesar Rp54,29 triliun, tumbuh 14,48% (year-on-year/YoY).

“Kalau angka restitusi terus meningkat pada 2022, maka pemerintah harus berhitung dengan lebih matang dalam membuat manajemen angka penerimaan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Pemerhati Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, yang menilai pelonggaran restitusi membawa konsekuensi fiskal yang cukup besar.

Kendati hanya disasarkan pada PPN, menurutnya pemerintah perlu melakukan berbagai langkah antisipatif untuk meminimalisasi risiko tergerusnya penerimaan ne-gara yang pada tahun ini.

“Ketentuan tersebut [pelonggaran ketentuan restitusi] berpotensi meningkatkan besaran restitusi pada tahun ini, yang mana akan berpengaruh juga pada penerimaan pajak,” ujarnya.

Sementara itu, otoritas fiskal berdalih bahwa dirilisnya beleid ini mempertimbangkan perlunya dukungan pemerintah untuk mem-bantu likuiditas keuangan wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan, dengan penyesuaian jumlah batasan menjadi Rp5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang dapat memanfaatkan fasilitas ini.

Adapun kas dari restitusi tersebut dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan bisnis, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Kendati demikian, Neil menegaskan bahwa pemerintah akan sangat selektif dalam memberikan restitusi.

Pelonggaran hanya akan diberikan kepada wajib pajak kriteria tertentu yang menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak, serta diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah, dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.

“Apabila tidak dipenuhi, wajib pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentu,” jelasnya.

Syarat ini diberlakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya.

Dengan demikian, akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.

Menurutnya, besarnya harapan dukungan wajib pajak dari pemerintah tergambar dari realisasi restitusi yang terus mencatatkan kenaikan.

“Kenaikan restitusi, terutama restitusi dipercepat, masih terkait dengan pemberian insentif pajak dalam rangka PEN [Pemulihan Ekonomi Nasional] 2021,” kata dia.

OPTIMISTIS

Di tengah terbukanya potensi penggerusan pendapatan negara akibat pelonggaran restitusi, pemerintah optimistis mampu merealisasikan target penerimaan pajak pada tahun ini.

Terlebih, otoritas fiskal memiliki banyak amunisi dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diyakini mampu menambah kas negara.

Di antaranya pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang dilaksanakan pada 1 Januari 2022—30 Juni 2022, serta kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% per 1 April mendatang.

Adapun pada 2022 pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp1.265 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun lalu yang senilai Rp1.277 triliun.

Artinya, pemangku kebijakan memiliki kesempatan yang besar dalam mengulang pencapaian penerimaan pajak di atas 100%.

UU HPP pun diestimasikan mampu menambah penerimaan negara sedikitnya di angka Rp130 triliun pada tahun ini.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pemerintah masih terus mewaspadai berbagai risiko yang bisa memperlambat laju penerimaan negara.

Atas dasar itu, hingga saat ini otoritas fiskal masih belum mengubah postur anggaran di APBN 2022 kendati target penerimaan pajak lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada 2021.

“APBN 2022 yang sudah diputuskan dijalankan dulu sambil memantau dinamika perekonomian,” kata dia.


Tax News

Search




Exchange Rates

Mata Uang Nilai (Rp.)
EUR 17068.99
USD 15710
GBP 19949.11
AUD 10293.61
SGD 11699.88
* Rupiah

Berlaku : 27 Mar 2024 - 2 Apr 2024